Tuesday, November 27, 2012

Ini itu salah


Kenapa kok susah ya mengungkapkan perasaan itu? Bukan perasaan cinta doang lho yaa..banyak. entah seneng, sedih, kasihan, dll. Gue paham kita tidak akan bisa merasakan exactly apa yang orang lain rasakan, and so do they. Tapi terkadang banyak orang yang udah tau akan hal itu cuma masih aja memaksakan kehendak. Mereka menuntut orang lain untuk mengerti..memahami..dan bahkan juga ikut merasakan. What the hell?! Kata orang itu tergantung bagaimana kita menyampaikannya aja..kalo communication skillnya bagus ya orang pasti akan mengerti.. Hhhhmm..gue gk yakin itu 100 persen bener. Sekalipun kita punya communication skill yang baik, tapi lawan bicara kita itu ngga pasif. Mereka aktif membuat interpretasi akan apa yang kita bicarakan. Dan itu sangat subjektif. Siapa tau mereka moodnya lg ngga bagus terus menginterpretasikan omongan kita in a negative way. Or, mungkin aja mereka ngga suka sm kita jadi apapun yg kita bilang pasti dicap negatif. So, msh ada kemungkinan terjadi missinterpretasi kan dalam hubungan interpersonal sebaik apapun kita mengungkapkan? Gue jadi bingung harus gimana ya kadang-kadang. Ini salah itu salah..situ bener yang lain salah. Trus yg lain kapan benernya dah? -__-

Thursday, November 22, 2012

Keyakinanku



Aku percaya Tuhan itu satu, dan semua hal di dunia ini diciptakan olehNya. Siapa pun kita, agama apapun kita, wanita maupun pria, Tuhan kita tetap satu. Memeluk agama adalah salah satu cara untuk berhubungan denganNya. Aku tidak ingin memandang agama sebagai sesuatu yang mutlak yang bisa menghantarkan kita pada Tuhan. Ada banyak jalan untuk memujaNya. Percaya pada satu agama bukan berarti menutup mata pada hal-hal lain yang juga positif, dan bukan juga berarti bahwa kita menelan mentah-mentah apa yang ada dalam agama. Siapa yang tahu bahwa agama mungkin tercipta dari proses  rasionalisasi, metaforasi , atau interpretasi variatif manusia jaman dulu yang dianggap menerima wahyu langsung dari Tuhan. Kita tidak pernah tahu karena kita tidak hidup di jaman itu. Untuk itu, tidak perlu membawa agama terlalu fanatik. Semua agama pasti mengajarkan hal-hal positif yang mungkin bisa mengantarkan pemeluknya pada apa yang disebut dengan surga. Hubungan kita sm Tuhan hanya kita yang tahu dan orang lain tidak perlu ikut campur. Tuhan pasti akan menerima bagaimanapun cara kita memujaNya. Itu aku, mungkin kamu berbeda… ^^

Tuesday, November 20, 2012

Meritocracy in Singapore



Last time I read an article in one of the Singapore newspapers (name is censored) about academic life in Singapore. The main question of the article is ‘why Singaporeans are so competitive in terms of education?’ The answer is because the meritocracy in Singapore is very high. Referring to Wikipedia, meritocracy is defined as the implementation of advancement based upon intellectual talent. Often, advancement is determined by demonstrated achievement in the field where it is implemented. From this definition, I understand meritocracy as something that people achieve because of his/her academic performance. However, I am sure that measuring the academic performance is not only from the grades that students get in school. As we all know, there are two kinds of data analysis widely known, they are quantitative and qualitative analysis. Quantitative judgements rely on the numerical data such as grade, and qualitative judgments rely on the non-numerical data which can be taken through observation, interview, and so on.  
During my observation, most of the Singaporeans are so obsessed with grades. They study hard because they want to score very good in the exams. The lecturers also stress the exams very high to students. Some of them even give the students some strategies on how to study effectively in their module before exam. However, during the class, not many people are willing to speak. They tend to be silent even though the professor asks them something. Yeah, I think that’s Asians (a little bit stereotyping).. :p By looking at the grades only, it seems that the degree of meritocracy in Singapore is only measured quantitatively, at the expense of qualitative measurement such as process through which teacher can make judgement of the students' performance. Meritocracy makes people competitive. They study very hard since they know that they will only be honored because of their academic performance. And that happens in NUS. Believe it or not, in NUS the competition is more felt than any other places in Singapore. NUS uses bell curve to assess students’ academic performance which can also increase the sense of competition among the students.  
Talking about the hard work of Singaporeans reminds me of two people whom I happened to see when I was at the gym and the dining hall. I’ll talk about the girl I saw at the gym first before going forward to talk about the guy whom I saw in the dining hall. About 2 weeks ago I went to the gym by myself, having some running and weight lifting exercises. I was running on the treadmill after a girl suddenly came right next to me to run as well. At first, nothing could bother my attention in running until she unexpectedly took out her laptop from her bag and put it on the horseblock of the treadmill. I got surprised. I thought she wanted to run, but why she opened her laptop. I kept paying attention to what she would do with that laptop and treadmill at the same time. And…WOW!! SHE BEGAN TO RUN WHILE READING THE SLIDES FROM HER LAPTOP!! What a multitasking girl, wasn’t she? Those are the lecture slides but I didn’t know what it is about. Well, I was amazed to see her studying while exercising. It’s the first time in my life finding someone doing those 2 things at the same time. She didn’t even want to waste her time for one-hour exercise.
Okay let’s leave from this story for a while and moving to the second astonishing case. That was a guy I saw in the dining hall. One day I had dinner too late and the dining hall was so quite given the fact that most residents usually eat earlier than that. I sat in the long table which enabled people to sit on the chair parallel to me. There was a guy seating next two chairs from me. The distance between me and him was not far. I could even hear his chew. I enjoyed my meals while looking at my phone few times, until something suddenly surprised me. THAT GUY SPOKE TO HIMSELF WITH SOME HAND MOVEMENTS. I kept listening to his speech and wondering what he was talking about. Then, I realized, he was explaining his readings to himself, trying to remember what he has just studied (may be). 
Well, for this case, I think everyone agrees with me that they were studying so hard. They didn’t even want to waste time for anything else but study. Sometimes I think they are crazy, have no life, and overly study-oriented. But anyway that’s their choice. That’s what they want to do in life. To end up my writing, I'd like to address that this is merely my personal opinion as a foreigner who has never found this kind of situation in my country of origin. ^^

Monday, November 5, 2012

Be yourself ^_^



Seringkali social demands itu sangat membuat kita frustrated. Harapan dan tuntutan orang-orang di sekitar kita terkadang melampaui kapabilitas kita yang sebenarnya. Kita sebagai orang yang ingin menyenangkan orang lain sudah berusaha semaksimal mungkin melakukannya, cuma terkadang ketika demand itu tidak dapat dipenuhi maka kekecewaan lah yang muncul.
Ingin rasanya kita mengatakan kalau kita bukan manusia sempurna yang bisa melakukan segala hal yang mereka inginkan, tapi akankah mereka mengerti? Akankah mereka menurunkan tuntutan mereka yang sebelumnya itu? Saya yakin tidak.. semua orang menuntut kesempurnaan dari orang lain tapi terkadang mereka tidak melihat level kesempurnaan seperti apa yang telah mereka peroleh sehingga mampu menuntut orang lain sebegitu tingginya. Saya yakin setiap orang punya wisdomnya masing-masing..semua orang ingin menjadi yang terbaik yang bisa membanggakan orang-orang di sekitarnya. Tapi renungkanlah, setiap orang juga punya caranya tersendiri untuk menjadi manusia kebanggaan orang-orang di sekitarnya. Memang standar setiap orang untuk menjadi bangga akan suatu hal itu berbeda-beda, ya karna perbedaan itulah kita tidak bisa memaksakan kehendak kita pada orang lain. Kalau kata Oscar Wilde, ‘’Be yourself; everyone else is already taken’’. Yeah, that’s true. Tuntutan yang ada membuat kita selalu berusaha untuk memenuhinya, dan tanpa sadar kita pun tidak menjadi diri kita sendiri. Kita malah menjadi seseorang yang orang lain inginkan, bukan seseorang yang diinginkan orang lain karena kualitas alami yang kita miliki.
Saya hanya ingin bilang kalau tidak ada manusia yang sempurna, tidak juga kamu tidak juga aku. Setiap orang punya caranya masing-masing untuk dikenal, diakui, dan dicintai. Sekalipun kita bukan orang yang mampu menyenangkan hati semua orang tapi setidaknya itulah diri kita yang sebenarnya. Tidak perlu menjadi orang lain, karna orang lain belum tentu baik..belum tentu mereka memiliki kelebihan yang kita miliki. Banggalah akan kualitasmu, karena itu aset..dan tunjukkan pada mereka kalau dengan itu kita bisa membuat mereka bangga.
“Imperfection is beauty, madness is genius and it's better to be absolutely ridiculous than absolutely boring.”
Marilyn Monroe, Marilyn
“It is better to be hated for what you are than to be loved for what you are not.”
André Gide, Autumn Leaves

Self-reflection (1)




Sy sering sekali bertanya pada diri sendiri kenapa sy begini kenapa sy begitu. Paling stressful adalah saat sy memulai sesuatu. Banyak orang-orang yang mampu melakukan starting point yg sangat bagus, dan itu pula akan berdampak pada proses berikutnya. Namun tidak demikian dengan sy. Sy merasa apapun yang baru sy lakukan pasti hasilnya jelek di awal, namun setelah sekian lama sy mulai bisa menyesuaikan diri dan hasilnya pun kian membaik. Yeah, kata orang itu masalah penyesuaian. Tapi apakah selalu awal dari sebuah penyesuaian itu tidak baik? Orang lain bisa membuat starting point yg bagus, kenapa sy tidak?
Terkadang ingin sekali rasanya membuat starting point yg bagus karena itu akan sangat berdampak pada motivasi kita untuk melalui tahapan-tahapan berikutnya. Apalagi terkadang juga ada sesuatu yang hanya berlangsung dalam waktu singkat dalam hidup kita. Dalam hal ini kita harus punya starting point yg bagus karena tidak ada cukup waktu untuk memperbaikinya ketika hasil yang kita perolah tidak baik di awal. Menurut sy starting point yang baik itu sangat diperlukan karena akan meningkatkan kepercayaan diri kita. Sy pikir mungkin jika sy bisa membuat starting point yg baik, sy bisa jadi lebih baik dari sekarang..lebih percaya diri dalam melalui semuanya. Hhh..ya itu semua masalah proses. Sy sadar membuat starting point yang baik pun memerlukan kepercayaan diri yang tinggi..itulah yang harus sy tingkatkan..