Monday, April 15, 2013

Selamat jalan, Kawanku



Semua orang punya cerita yang unik dengan orang lain. Tidak satupun cerita itu sama. Begitu pun dengan ceritaku dengan temanku yang sangat aku sayangi, Robby Rifal Hamdani. Ia memang adalah temanku, tetapi bukan hanya sekedar teman. Banyak cerita yang ada diantara kami yang membuatku susah menerima kenyataan bahwa ia telah dipanggil oleh Sang Pencipta. Orang yang supel, ceria, nakal, selalu membuat orang lain tertawa dengan tingkahnya, dan tentu saja seseorang yang memiliki banyak mimpi dalam hidupnya.
Tadi pagi aku mendengar kabar bahwa ia meninggal dunia karena tersambar petir ketika mendaki gunung di Wonosobo. Rasa ini antara percaya dan tidak percaya. Badanku langsung lemes dan tanganku bergetar. Aku berusaha mengkonfirmasi berita ini dengan teman-teman yang lain, dan ternyata ini memang kenyataan. Rifal yang dulu ketika SMA adalah sosok yang sangat nakal tapi ngangenin, yang ketika kuliah berubah menjadi seseorang yang visioner telah meninggal dunia. Sejenak aku menaruh HPku dan mengenang kembali kenanganku dengan dia.
Dulu saat SMA kami pernah dekat. Ketika sekolah mengadakan kemah di lereng gunung batur, ia sering kali mendatangi tendaku untuk hanya sekedar manyapaku. Setengah dari rombongan kemah tersebut mendaki gunung Batur dengan perjalanan dimulai pukul 3 dini hari. Kami sampai ke puncak sedikit terlambat dari terbitnya matahari, tapi kami tetap menikmati semua keindahannya. Ketika turun ke bawah dan kembali ke perkemahan, guru-guru menyarankan kami turun tidak sendiri, setidaknya yang wanita ditemani oleh yang pria. Dan ketika itu Rifal langsung mendatangiku dan berkata ‘aku mau jalan sama utik’. Aku hanya tersenyum dan akhirnya kami turun gunung bersama. Dia setia menungguku sekalipun aku sesekali merasa lelah. Di tengah perjalanan ia mencabut beberapa helai bunga edelweiss, bunga yang susah layu dan hanya ada di gunung. Aku terkejut melihatnya membawa bunga itu untukku, padahal aku tau sangat sulit untuk mendapatkannya. Dengan jailnya aku berkata ‘kok sedikit?’ sambil aku melemparkan senyum terjudesku padanya. Lalu ia berkata ‘tunggu ya, nanti aku cariin lagi yang banyak’. Tepat ketika kami berhenti untuk istirahat sambil melihat kawah, ia pergi sebentar dan datang lagi dengan membawa segepok bunga edelweiss dan berkata ‘ini, udah banyak kan?’ sambil melemparkan senyum terpuasnya. Ternyata ia memang pergi untuk mencari bunga itu. Betapa itu membuat aku senang sekaligus tertawa geli melihat usahanya yang seperti itu.
Setelah kami tamat SMA, kami berkuliah di tempat yang berbeda. Tapi memang pada dasarnya dia adalah orang baik dan ramah, ia seringkali menyapaku baik di FB maupun sms, whatsapp, dll. Ia selalu menunjukkan bahwa sekalipun kita berpisah kita tetap adalah teman dan pertemanan itu harus dijaga selamanya. Itupun ia lakukan kepada teman-teman yang lain. Ketika liburan semester aku pulang ke Bali, sempat beberapa kali aku bertemu dia. Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam dirinya. Saat kami ngobrol, dia bertanya banyak hal padaku, terutama hal-hal yang menyangkut masa depan. Dia beruaha meyakinkan kami bahwa dia sudah tidak senakal dulu dan ingin menjadi orang sukses di kemudian hari. Sebenarnya aku percaya dengan apa yang dia bilang, tapi aku sering menunjukkan wajah ‘meboye’. Dia bilang dia suatu saat nanti ingin menulis sebuah buku. Dia sudah membaca banyak buku dan belajar dari semua buku itu. Ia ceritakan mimpi-mimpi dia kepada semuanya, tapi tak satupun orang percaya dengannya melihat riwayat dia dulu sebagai orang yang sangat nakal dan tidak serius.
Aku ingat ketika aku berkuliah di Singapura, ia tiba-tiba whatsapp aku. Kami mengobrol lama disana sampai pada akhirnya dia mengakui bahwa dulu ketika SMA dia pernah menaruh rasa denganku. Aku langsung tertawa dan bertanya ‘trus trus?’. Dia bilang ‘iya dulu aku sempet suka sama utik, tapi karna ada orang lain yang suka juga sm utik yang itungannya adalah sahabatku, jadi aku mundur aja.hehe..’. Begitu jujur dan polosnya dia katakan itu kepadaku.
                Jujur aku sangat merasa kehilangan. Seorang yang tampan dan menyenangkan yang menjadi idola banyak wanita ternyata secepat ini harus dipanggil olehNya. Mungkin memang benar salah seorang teman yang bilang ‘fal..kita sayang sama kamu, tapi Tuhan lebih sayang makanya Ia panggil kamu lebih cepet..’. Ia sangat senang mendaki gunung. Banyak gunung yang telah ditaklukkannya, dan sekarang ia pun mampu menaklukkan gunung tertinggi, yaitu surga. Semoga apa yang ia lakukan di dunia sudah cukup menjadikannya menerima keindahan surga itu.
Selamat jalan Rifal…. Berteman denganmu adalah salah satu hal yang kusyukuri di dunia ini. Semoga kamu bahagia disana.. Kami semua angkatan The Rainbow sayang kamu. Kamu telah menorehkan sedih di hati kita semua ketika kamu berpulang, tapi kami tau inilah jalan yang Tuhan berikan untukmu dan kami ikhlas untuk itu. Baik-baik ya disana.. :) :) :)

12 comments:

  1. Turut Berduka Cita...
    Kebetulan saya berada di sana ketika kejadian...

    ReplyDelete
  2. Turut berdukaaa buat rifal sang harapan bangsa,,, kejadian resminya gimana sih.. tu yg komen diatas cerita donk gan...

    ReplyDelete
  3. Utiiiikkk,,,so sweet skalii :')
    Aku inget, Pas daki batur utik ndk b2 aj,,,ad ria sama ika jg,,,hahahahah :p
    Kan samaaan kita jln, ria sama ika, utik sama rifal,,huaaaaa pengen lagi.. huhuhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya mbak ya..kita berempat ya waktu itu? huhuuu..jadi inget.. :(

      Delete
  4. ijin saya share di facebook saya ya, saya juga sangat kehilangan dengan meninggalnya mas Rival, trims

    ReplyDelete
  5. hehee :) , rifal rifal .. iyaa tik dy emank pernah suka km kq pas dlu kita XI IPA 7

    ReplyDelete